Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia Perkuat Kerja Sama Kebahasaan
Jakarta, Kemendikbud --- Tahun ini Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kemendikbud mewakili Indonesia menjadi tuan rumah rangkaian persidangan dalam Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia (Mabbim). Rangkaian persidangan tersebut terdiri atas Sidang Pakar, Seminar Kebahasaan, dan Sidang Eksekutif.
Ketua Perutusan Mabbim Indonesia, Dora Amalia mengatakan, Sidang Pakar merupakan wadah para anggota komisi untuk berdiskusi dan membicarakan hal-hal yang menjadi agenda Mabbim terkait dengan komisi peristilahan, pembinaan, penerbitan, dan penelitian. Ia menuturkan, Mabbim merupakan salah satu bentuk kerja sama yang sangat istimewa. Seorang peneliti Mabbim dari Jepang, Prof. Kyoko Funada mengatakan, belum pernah ada jenis kerja sama kebahasaan seperti Mabbim di negara-negara lain. Ikatan sejarah dan kesamaan budaya menjadi salah satu perekat yang membuat kerja sama ketiga negara dalam Mabbim dapat bertahan selama berpuluh-puluh tahun (sejak tahun 1972).
Sebagai bagian dari rangkaian Persidangan Mabbim tahun 2017, Badan Bahasa Kemendikbud menyelenggarakan Seminar Kebahasaan Mabbim pada Rabu lalu, (5/4/2017). Seminar Kebahasaan ini bertujuan meningkatkan peran bahasa lndonesia atau bahasa Melayu sebagai bahasa perhubungan di tingkat ASEAN.
Pada pembukaan seminar, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan gagasannya untuk menciptakan kamus bahasa bersama di antara ketiga negara anggota Mabbim. “Kalau saja kita menciptakan kamus bahasa bersama, saling mengisi dari serapan masing-masing pengguna bahasa ini, saya yakin bahasa ini akan berkembang dan mempunyai posisi yang kuat dalam percaturan internasional atau dalam rangka merawat dan menjaga identitas regional kita,†ujar Mendikbud.
Ia menuturkan, bahasa bisa menjadi alat perekat sekaligus alat diplomasi antarnegara di kawasan ASEAN. “Ketika kita keluar dari masing-masing negara bisa menggunakan satu bahasa, di dalam kita menggunakan bahasa Indonesia. Mungkin kalau sudah di luar kita cukup menyebut bahasa saja, begitu juga di Malaysia dan Brunei Darussalam, bahkan termasuk di Timor Leste. Pengalaman saya di luar negeri, mereka memang tidak menambah, apakah itu (bahasa) Melayu atau (bahasa) Indonesia, tetapi cukup menyebutkan ‘bahasa’ saja. Dengan bahasa, orang itu sudah tahu yang dimaksud adalah (bahasa) Melayu atau (bahasa) Indonesia, sehingga akan lebih sederhana dan menjadi alat pemersatu dan perekat antarnegara,†tuturnya.
Mendikbud juga berharap, Seminar Kebahasaan dapat membangun strategi bersama dalam rangka memperkuat posisi bahasa di tengah-tengah pergaulan dunia terutama kawasan ASEAN. “Saya yakin di beberapa negara termasuk di Thailand terutama bagian selatan, dan Filipina selatan, Timor Leste, serta Papua Nugini sangat mengenal bahasa ini. Karena itu saya kira perlu ada kerja sama yang baik, misalnya di dalam memperkaya kosakata. Indonesia mempunyai kekayaan yang luar biasa dengan potensi luas wilayah, keberagaman suku, dan jumlah penduduk yang paling besar,†ujar Mendikbud.
Seminar Kebahasaan Mabbim yang diselenggarakan selama dua hari (5—6 April 2017) ini menyajikan 12 makalah dari negara anggota, yang terdiri atas empat makalah dari Indonesia, tiga makalah dari Brunei Darussalam, dan empat makalah dari Malaysia, serta satu makalah dari negara pemerhati, Singapura.
Peserta yang mengikuti seminar ini berasal dari negara anggota Mabbim (Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darusalam), negara anggota pemerhati Mabbim dari Singapura, mahasiswa, dosen, guru, jurnalis, TNI, pakar, dan para akademisi dari perguruan tinggi di Indonesia.