Pendidikan Karakter dari Burung Pelatuk di Relief Candi Borobudur
Jakarta, Kemendikbud --- Pendidikan budi pekerti ini telah diajarkan oleh nenek moyang yang tertuang pahatan relief cerita di candi-candi yang tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa dan Bali. Relief pada candi menjadi salah satu media yang digunakan seniman zaman dahulu untuk menyampaikan pesan-pesan kepada masyarakat antara lain berupa cerita yang mengandung nilai-nilai keagamaan, kepahlawanan, dan kasih sayang. Salah satu relief cerita yang banyak mengandung pendidikan karakter adalah relief Jataka dan Avadana yang terpahat di Candi Borobudur.
Relief Jataka dan Avadana merupakan kehidupan Buddha sebelumnya di masa lalu sebelum dilahirkan sebagai seorang manusia yang bernama Siddharta Ghautama. Jataka adalah cerita tentang sang Boddhisattva yang mengalami kelahiran berulang kali dalam berbagai wujudnya untuk membantu manusia mencapai jalan kebuddhaan. Dalam kisah-kisah itu sang Boddhisattva, baik sebagai manusia maupun hewan, selalu mencontohkan kebenaran dan ajaran tentang Dharma.
Relief Jataka yang terpahat di Candi Borobudur mengajarkan pada manusia untuk selalu berbuat baik pada semua makhluk, baik itu manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Salah satunya adalah relief yang mengisahkan tentang burung pelatuk dan seekor singa. Relief ini terletak di sisi selatan Candi Borobudur, pada tingkat I pagar langkan rangkaian atas bidang J nomor 133, 134 dan 135.
Relief menceritakan kisah seekor burung pelatuk yang baik hati, yang hidup di sebuah hutan. Burung pelatuk tersebut berbulu indah dan tidak mau menyakiti makhluk lainnya. Ia pun merasa cukup hanya makan bunga, daun, dan buah-buahan. Pada suatu hari, burung pelatuk melihat seekor singa yang kesakitan karena sebatang tulang menyangkut di tenggorokannya. Burung pelatuk memerintahkan singa untuk membuka mulutnya lebar-lebar, dan dengan sebatang kayu yang diletakkan berdiri tegak di antara rahangnya, maka mulut singa dapat terbuka. Burung pelatuk akhirnya dapat mengeluarkan tulang dari tenggorokan singa dengan patuknya.
Suatu saat, burung pelatuk kelaparan dan kebetulan melihat singa yang dulu pernah ditolongnya sedang memakan daging rusa. Burung pelatuk memohon kepada singa agar diberi sedikit daging tetapi singa tidak memberinya dan bahkan mengusir burung pelatuk. Burung pelatuk pergi meninggalkan singa tersebut dan tidak menaruh dendam padanya. Konon, dikisahkan Dewa menyarankan agar burung pelatuk mematuk mata singa tersebut agar menjadi buta, tetapi burung pelatuk tidak mau melakukannya.
Pendidikan karakter atau budi pekerti yang dapat diambil dari kisah ini adalah bahwa hendaklah menolong orang lain dilakukan dengan ikhlas, tanpa pamrih, dan tanpa mengharapkan balasan dari yang ditolong. Hal ini perlu ditanamkan di hati sehingga jika di kemudian hari orang yang kita tolong tidak mau berganti menolong kita, maka tidak akan menimbulkan dendam di hati kita. Sikap budi pekerti yang baik ini dicerminkan dari sikap burung pelatuk yang telah ikhlas menolong singa. Dari kisah ini kita dapat memaknai lebih luas bahwa dalam kehidupan kita sehari-hari kita tidak boleh memililiki sifat sombong dan melupakan jasa orang lain yang telah berbuat pada kita. Dengan begitu, dalam kehidupan kita akan diterima dengan baik di kalangan masyarakat karena dianggap sebagai orang yang ramah dan tahu membalas budi.