Kemendikbud: Jumlah Sekolah Pelaksana UN Berbasis Komputer Meningkat Tajam
Jakarta, Kemendikbud --- Imbauan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk memprioritaskan pelaksanaan ujian nasional (UN) dengan berbasis komputer ditanggapi positif oleh sekolah maupun pemerintah daerah. Hal ini terbukti dari pesatnya peningkatan jumlah sekolah pelaksana ujian nasional berbasis komputer (UNBK).
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kemendikbud, Nizam, mengatakan, pada awal diberlakukan UNBK di tahun 2015, baru sekitar 500 sekolah yang menyelenggarakan UNBK. Kemudian tahun 2016 meningkat menjadi sekitar 4.400 sekolah, dan meningkat drastis pada tahun 2017 dengan jumlah 28.380 sekolah.
“Sampai tadi pagi datanya sudah mencapai 28.380 sekolah yang siap melaksanakan UNBK. Di tingkat SMP ada 10.466 sekolah, SMA ada 8.563 sekolah, dan SMK ada 9.351 sekolah,†ujarnya saat jumpa pers di sela-sela penyelenggaraan Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) di Depok, Jawa Barat, Kamis siang (26/1/2017).
Ia mengatakan, 90 persen sekolah di tingkat SMK akan menjadi penyelenggara UNBK pada tahun ini. Kemudian untuk SMA masih 61 persen, sedangkan di SMP baru 27 persen. “Peningkatan bisa terjadi karena sekolah-sekolah yang tidak memiliki fasilitas komputer memutuskan untuk menginduk ke sekolah yang menjalankan UNBK,†katanya.
Nizam menuturkan, peningkatan jumlah sekolah penyelenggara UNBK bertujuan mendorong peningkatan kualitas ujian nasional, terutama dalam hal integritas. Berdasarkan data UN tahun lalu, tuturnya, terlihat kecurangan mulai bisa diatasi dengan UNBK. Kemendikbud juga sudah memberlakukan penghitungan indeks integritas UN (IIUN) untuk tiap sekolah.
“Hasil UN di sekolah yang integritasnya rendah terkoreksi hingga 25 poin, tetapi sekolah dengan integritas yang sudah baik memiliki nilai UN yang tetap tinggi,†tutur Nizam.
Ia menambahkan, pelaksanaan UNBK juga dilakukan untuk menghemat anggaran ujian nasional. Dengan berbasis komputer, terjadi penghematan biaya yang cukup signifikan, karena berkurangnya anggaran untuk mencetak soal, distribusi soal ke daerah-daerah, hingga pengawalan soal di gudang. “Logistiknya sangat luar biasa. Ujian nasional berbasis kertas dan pensil menjadi kerja logistik terbesar kedua setelah pemilu,†katanya.